Perjalanan spiritual Yang Mulia Bhavana Shinde menjadi Orang Suci

Melalui berbagai kesulitan dalam hidup, Yang Mulia Bhavana Shinde tekun dalam latihan spiritualnya untuk mencapai Kesucian, Ini adalah perjalanan spiritualnya yang unik, bisa menjadi suatu pembelajaran bagi semua seeker.

Untuk lebih memahami artikel ini, kami menyarankan agar anda membaca artikel di bawah ini:

Siapakah Orang Suci?

Siapakah seorang Guru?

1. Kata Pengantar Perjalanan Orang Suci

Sangat jarang seorang seeker berkembang secara spiritual dan mencapai Kesucian, apalagi seseorang

yang menderita tekanan  spiritual tingkat tinggi, takdir yang menyedihkan dan berbagai  tantangan hidup yang lainnya.

Salah satu contohnya adalah Yang Mulia Bhavana Shinde.

Apa yang membuat perjalanan spiritual Yang Mulia Bhavana Shinde benar-benar luar biasa adalah keuletannya, keinginan yang kuat dan sikap pantang menyerah, di mana dia menghadapi semua kesulitan dengan keberanian dan pengabdian sehingga akhirnya mencapai Kesucian.

Perjalanan Setiap Orang Suci adalah unik, seeker dapat memperoleh inspirasi yang sangat besar dari mereka. Setiap seeker mendapatkan kesulitan memahami bagaimana cara datang kepada Tuhan atau mendapatkan bimbingan langsung dari-Nya, karena kita tidak dapat melihat Tuhan. Sangat sedikit dari kita yang memiliki indra keenam yang maju untuk memanfaatkan Pikiran dan Akal Semesta. Selain itu, dunia halus sangatlah luas dan seringkali energi negatif dari dunia ini menciptakan rintangan dan arah yang salah bagi pencari Tuhan (seeker). Belajar dari para seeker yang telah berevolusi secara spiritual dan mencapai Kesucian walaupun menghadapi rintangan, akan memberikan wawasan yang tak ternilai bagi seeker untuk maju secara spiritual di dunia saat ini. Tindakan, pemikiran, perspektif, perilaku dan perjalanan hidup Orang Suci berfungsi sebagai pedoman bagi kita para seeker, bagaimana berupaya untuk tumbuh secara spiritual.

Dalam Spiritualitas, tumbuh secara spiritual dengan kekuatan dan ketetapan hati sendiri sangatlah sulit, khususnya di masa sekarang (Kaliyug). Kita membutuhkan bimbingan dan dukungan terus-menerus dari orang yang berkembang secara spiritual. Karena Orang Suci sudah melalui jalan tersebut, mereka dapat membimbing kita secara praktis, bagaimana mengatasi rintangan dan melakukan upaya. Alasan mengapa SSRF menerbitkan perjalanan spiritual Orang Suci adalah agar kita dapat belajar dari upaya mereka dan menerapkannya dalam kehidupan kita.

Paratpar Guru Dr Athavale berkata

“Manfaat dari artikel ini sesungguhnya hanya dapat diperoleh ketika kita mendapatkan inspirasi dan mempraktikkan Spiritualitas dengan belajar dari upaya dan kualitas Orang Suci (seperti perjalanan spiritual Yang Mulia Bhavana Shinde). Dia menghadapi banyak kesulitan disepanjang perjalanan spiritualnya, yang membantunya mengembangkan pemahaman tentang orang lain. Dengan demikian, dia dapat berhubungan dengan berbagai macam orang dan membimbing mereka dalam perjalanan spiritual mereka.”

2. Masa Kecil dari Yang Mulia Bhavana Shinde

Yang Mulia Bhavana Shinde lahir di Mumbai, India pada tanggal 3 Mei 1972. Dia menunjukkan kecenderungan kuat terhadap Spiritualitas sejak usia muda. Dari usia dua hingga empat tahun, ia tinggal bersama nenek dan kakeknya di Solapur, sebuah kota di India Barat. Neneknya  melakukan ritual pemujaan terhadap Dewa setiap hari dan Yang Mulia Bhavana Shinde memperhatikan dengan sungguh -sungguh. Meskipun dia masih sangat muda, dia bangun setiap hari pada jam 4 pagi, mandi dan kemudian membantu neneknya membawakan bunga untuk dipersembahkan kepada Dewa sebagai bagian dari pemujaan. Setelah beberapa waktu, nenek Yang Mulia Bhavana Shinde mengizinkannya membersihkan altar dan mempersembahkan bunga, sedangkan neneknya mempersembahkan dupa. Bahkan diusia muda, Yang Mulia Bhavana Shinde ingat pernah mengalami Kebahagiaan Hakiki saat mengikuti ritual pemujaan.

Yang Mulia Bhavana Shinde pada usia 3 (tiga) tahun bersama orang tua dan saudara laki-lakinya

Dia terus melakukan ritual pemujaan terhadap Dewa setelah dia pindah ke rumah orang tuanya sejak usia 4 tahun, meskipun tidak ada yang menyuruhnya melakukannya. Terkadang, dia begitu asyik dengan pemujaan sehingga dia terus melakukannya selama 2 jam.

Yang Mulia Bhavana Shinde pada usia 10 tahun

Ibu Yang Mulia Bhavana Shinde menderita masalah psikologis. Kemudian, seorang Suci mendiagnosa bahwa masalah psikologisnya disebabkan oleh ilmu hitam yang ditujukan kepada ibunya. Keluarganya juga menderita pengucilan sosial karena stigma sosial terkait dengan penyakit mental ibunya. Dia juga diejek di sekolah. Akibatnya, lingkungan tempat Yang Mulia Bhavana Shinde dibesarkan cukup sulit. Karena penderitaan ibunya dan stigma sosial yang melekat padanya, dia tidak memiliki masa kanak-kanak yang normal. Salah satu contoh kesulitan yang dihadapi oleh keluarganya adalah ibunya kehilangan pekerjaan dan dirawat di rumah sakit selama 10 tahun karena masalah psikologisnya. Yang Mulia Bhavana Shinde sendiri harus keluar dari sekolah selama satu tahun penuh karena keluarganya berjuang untuk memperbaiki situasi tersebut. Meskipun demikian, dia tenang dan mengalami Bliss (Kebahagiaan hakiki) selama masa kecilnya. Dia secara intuitif mengerti bahwa ini adalah kenyataan, yang tidak tergantung pada keadaan diluar. Dia adalah anak yang cerdas dan berprestasi di sekolah. Dia berperilaku baik dan patuh terhadap orang tuanya. Namun, terlepas dari keadaan traumatis tersebut, dia mengingat kelembutan ibunya dan kekuatan batin ayahnya, yang membantu keluarga untuk tetap bersama. Dia bersyukur memiliki orang tua dan saudara laki-laki seperti itu, yang meneladankan pengorbanan diri dan sifat penuh kasih dan mereka saling mendukung di setiap langkah.

3. Perubahan pada masa remajanya

Ketika Yang Mulia Bhavana Shinde berusia 16 tahun, dia mulai mengalami perubahan kepribadian yang tiba-tiba. Dia menjadi terobsesi untuk memenuhi tujuan materialistis. Karena tekanan teman sebaya, dia menjadi terjebak oleh keinginan untuk berprestasi di sekolah, pergi ke Amerika dan membangun karir di sana. Dia tertarik menjadi seperti remaja populer di sekolahnya dan dia ingin terlihat dan berperilaku seperti mereka. Dia tertarik pada fashion dan penampilannya.

Yang Mulia Bhavana Shinde pada usia 18 tahun

Hal lain yang terjadi adalah dia mulai mengalami kemarahan yang hebat. Kemarahannya sangat ekstrim, dan Yang Mulia Bhavana Shinde menyebutkan  bahwa ungkapan ‘kemarahan buta’ masuk akal baginya pada saat itu, karena ketika dia sangat marah, dia menjadi tidak dapat melihat dan semuanya menjadi hitam di depannya. Yang Mulia Bhavana Shinde mengatakan bahwa dia tidak dapat membayangkan seberapa penderitaan  orang yang dia cintai karena amarahnya. Sama seperti masa kecilnya yang penuh dengan Kebahagiaan dan kecermerlangan, masa remajanya dipenuhi dengan kemarahan, depresi dan kegelapan. Sebagian depresinya juga disebabkan oleh perubahan tempat pendidikannya. Di Tempat pendidikan barunya, dia merasakan orang-orang saling menjauh dan dia merasakan dirinya mencari perasaan memiliki. Ini yang menyebabkan perasaan kesepian dan keputusasaan.

Yang Mulia. Bhavana Shinde pada umur 22 tahun

4. Dewasa di Amerika

Ambisi Yang Mulia Bhavana Shinde membawanya ke AS. Setelah menyelesaikan B.S. di bidang Teknik Komputer di Universitas Mumbai, dia melanjutkan untuk menyelesaikan Magister Administrasi Bisnis di Universitas Miami dan lulus pada tahun 1997.

Musim gugur 1995 di Miami selama Beasiswa MBA-nya

Karena kecerdasannya dan sifat pekerja kerasnya, Yang Mulia Bhavana Shinde kuliah dengan sangat baik. Pada satu titik, dia mendapat 8 tawaran magang, sangat luar biasa mengingat mendapatkan 1 atau 2 tawaran sudah dianggap sukses.

Musim panas 1996, Magang di Miami

Dia memiliki semua yang dia inginkan, tetapi satu kejadian (tercantum di bawah) membuatnya menyadari bahwa dia telah kehilangan Bliss, perasaan bahagia yang tidak tergantung dari keadaan diluar diri, yang dia alami selama masa kanak-kanak.

5. Awal dari pencarian spiritual Yang Mulia Bhavana Shinde

Yang Mulia Bhavana Shinde pada musim panas tahun 1996 di Universitas Miami

Pada musim panas tahun 1996, ketika dia masih di Universitas Miami, Yang Mulia Bhavna Shinde bertemu dengan calon suaminya. Dia selalu menantikan teleponnya. Seiring berjalannya waktu, dia menyadari bahwa jika dia tidak meneleponnya, dia akan merasa sangat kesal, sedangkan dia akan merasakan kebahagiaan yang intens ketika dia meneleponnya. Getaran antara kebahagiaan dan ketidakbahagiaan berdasarkan menerima panggilan sangat kontras dengan keadaan pikirannya selama masa kecilnya, di mana dia terus-menerus berada dalam keadaan bahagia meskipun keluarganya dan dirinya sendiri mengalami masa yang sangat sulit. Dia merenungkan bagaimana hal tersebut telah berubah. Sekarang, sebaliknya, meskipun dia memiliki semua yang dia impikan sejak masa remajanya, dia merasa tidak bahagia hanya dengan tidak mendapatkan telepon.

Kesadaran ini berdampak besar pada Yang Mulia Bhavana Shinde, dan dia menyadari bahwa ada sesuatu yang hilang dalam hidupnya. Dia mengenang kisah-kisah para Orang Suci di film yang pernah dia tonton saat anak-anak. Dia ingat bagaimana Seorang Suci Tukaram terus-menerus dianiaya di masyarakat, tetapi dia selalu dalam keadaan bahagia dan melewati segalanya dengan senyum dan pengabdian kepada Tuhan. Yang Mulia Bhavana Shinde menyadari bahwa dia ingin menjadi seperti itu dan berada dalam Kebahagiaan Sejati dan melayani Tuhan dan umat manusia. Ini menandai dimulainya pencarian spiritual dari Yang Mulia Bhavana Shinde.

Untuk mendapatkan jawaban, YM Bhavana Shinde bergabung dengan sebuah gereja dan mulai rajin mempelajari Perjanjian Baru dari Kitab Suci selama 2 jam setiap hari dari musim panas 1996 hingga Desember 1998. Dia mempelajari 1-2 halaman secara mendalam selama 2 jam dan kemudian saat mempelajarinya sering memiliki pertanyaan tentang ajaran tersebut. Dia benar-benar menikmati pengabdian dari para peserta kelompok belajar Alkitab yang dia hadiri, tetapi ketika dia mengajukan pertanyaan, dia merasakan bahwa jawabannya tidak memuaskannya.

6. Menemukan jalannya menuju Tuhan

Yang Mulia Bhavana Shinde menikah pada tahun 1998. Setelah menikah, Yang Mulia Bhavana Shinde pindah ke Atlanta. Setelah itu, dia melahirkan seorang putra yang dia beri nama Afolabi. Ketika dia berada di rumah sakit untuk melahirkan bayinya, perawat yang merawatnya setelah dia melahirkan adalah Ibu Sharon Sequeira, saudara perempuan dari Bapak Sean Clarke, editor situs web SSRF. Ibu Sharon kemudian menceritakan bahwa dia telah ditanya apakah dia ingin menemui Yang Mulia Bhavana Shinde atau istirahat makan siang. Ketika Sharon melihat nama Yang Mulia Bhavana Shinde, dia merasa bahwa Tuhan mengatakan kepadanya bahwa ini adalah orang dengan potensi spiritual. Jadi, Sharon menunda istirahat makan siangnya untuk menjaganya. Ketika Sharon melihat bayi Yang Mulia Bhavana Shinde, dia menyadari bahwa dia telah melihat bayi yang sama dalam mimpi beberapa hari yang lalu. Akibatnya, Sharon melewatkan istirahat makan siangnya dan menemani Yang Mulia Bhavana Shinde. Selama itu, mereka hanya berbicara tentang Spiritualitas. Sharon mengundang Yang Mulia Bhavana Shinde untuk menghadiri satsang (pertemuan spiritual) yang diadakan di Atlanta sesuai dengan ajaran Paratpar Guru Dr Athavale.

Awalnya, Yang Mulia Bhavana Shinde enggan mengikuti nasihat Sharon atau menghadiri satsang. Ini karena Sharon terkenal sebagai mantan model di India, dan pada saat itu, Yang Mulia Bhavana Shinde merasa bahwa seseorang dengan latar belakang industri hiburan tidak dapat membimbingnya tentang Spiritualitas. Namun, sebuah kejadian beberapa bulan kemudian mengubah sudut pandangnya.

Yang Mulia Bhavana Shinde sedang membaca biografi seorang Suci bernama Ramakrishna Paramahansa. Dia membaca tentang bagaimana dia sangat merindukan Tuhan sehingga pada satu titik dia berguling-guling di tanah, kerinduan untuk mendapatkan penglihatan tentang Tuhan. Ini membuat Yang Mulia Bhavana Shinde berpikir seberapa banyak yang dia lakukan untuk menyadari Tuhan. Kemudian, dia teringat bagaimana Sharon mengundangnya untuk menghadiri satsang. Jadi, dia menelepon Sharon dan menghadiri satsang pertamanya pada Desember 1998.

Desember 1998, Atlanta – Yang Mulia Bhavana Shinde setelah menghadiri satsang pertamanya dan membeli buku tentang Spiritualitas yang disusun oleh Paratpar Guru Dr Athavale

Disana, dia mengajukan pertanyaan yang dia miliki tentang Alkitab, yang sebelumnya dia belum pernah menerima jawaban yang memuaskan. Namun, kali ini, dia mendapatkan jawaban yang dia cari dari Sharon. Nyatanya, Sharon menjawab Yang Mulia Bhavana Shinde dengan cara yang begitu memuaskan sehingga Yang Mulia Bhavana Shinde menyadari bahwa ini menandai akhir dari pencarian spiritualnya dan awal dari perjalanan spiritualnya.

7. Memulai latihan spiritual

Yang Mulia Bhavana Shinde berkata, “Dengan menghadiri satsang, saya mendapat arahan dalam latihan spiritual saya. Saya mengerti bahwa saya harus mempelajari buku suci yang ditulis oleh Paratpar Guru Dr Athavale. Karena tidak ada situs SSRF pada saat itu, hanya buku-buku suci inilah yang kami miliki untuk mempelajari ajaran-ajaran-Nya. Ada 5 buku yang tersedia, dan saya mempelajarinya dengan dedikasi sepenuh mungkin.

– Saya merasa bahwa buku Suci ‘Pengantar Spiritualitas’ seperti tata bahasa Spiritualitas. Ini karena setelah membacanya, seseorang dapat memahami bahasa Spiritualitas.

– Buku ‘Gurukrupayog’ mengajari saya untuk tidak pergi mencari seorang Guru, dan bahwa Guru tersebut akan datang ke dalam kehidupan muridnya ketika dia sudah siap.

– Kitab Suci ‘Ajaran Yang Mulia Bhaktaraj Maharaj’ mengatakan bahwa chanting adalah bentuk Guru yang tidak terwujud, jadi saya menganggap chanting  itu sebagai guru spiritual saya.

Karena pembelajaran tersebut, satsang yang saya hadiri sangat berharga bagi saya dan saya tidak melewatkan satu pun. ”

Saat perjalanan spiritual Yang Mulia Bhavana Shinde mulai mendapatkan momentum, kehidupan pernikahannya bermasalah. Suaminya memukulinya secara berkala. Suatu hari, dia menghadiri satsang di malam hari. Sebelumnya, suaminya memukulinya. Kali ini, dia merasa sudah keterlaluan sehingga memanggil polisi. Polisi menahan suaminya. Terlepas dari masalah dan gejolak emosi yang dihadapinya pada hari itu, sore harinya, ia menghadiri satsang sesuai rencana. Ini menunjukkan tekad Yang Mulia Bhavana Shinde untuk menghadiri satsang dan tekun dalam latihan spiritualnya.

8. Kunjungan pertama ke Pusat Penelitian Spiritual dan Ashram, di Goa, India dan bertemu Paratpar Guru Dr Athavale

Yang Mulia Bhavana Shinde (kanan) mengunjungi Ashram Kandali di tempat Saint Bhaktaraj Maharaj pada tahun 2000 bersama Dr (Ibu) Rashmi Nalladaru (kiri) dan menantu perempuan Saint Bhaktaraj Maharaj (tengah)

Pada Juli 2000, Yang Mulia Bhavana Shinde mengambil cuti selama 5 minggu dan memutuskan untuk mengunjungi Pusat Penelitian Spiritual dan Ashram di Goa, India. Selama 4 minggu pertama, Paratpar Guru Dr Athavale mengatur agar dia melakukan perjalanan dengan Dr (Ibu) Rashmi Nalladaru untuk bertemu dengan beberapa Orang Suci yang berbeda dari jalur latihan spiritual yang berbeda. Dia ingin mengenalkannya dengan dunia Orang Suci, getaran spiritual dan tentang Spiritualitas sejati. Selama kunjungan ke Orang Suci yang berbeda, Yang Mulia Bhavana Shinde menyadari bahwa semua Orang Suci sejati adalah sama dari dalam. Dia akan melakukan eksperimen halus saat bertemu dengan Orang Suci yang berbeda. Dia mencoba untuk merasakan energi positif yang dia rasakan dengan Orang Suci yang berbeda karena Orang Suci yang berbeda memancarkan getaran spiritual yang berbeda. Seperti halnya dalam beberapa orang suci, dia akan merasakan Energi Ilahi (Shakti), dalam beberapa lainnya Kebahagiaan Sejati (Anand) dan dalam beberapa Ketenangan (Shanti). Semua Orang Suci sangat memuji Paratpar Guru Dr Athavale. Berkat rahmat Paratpar Guru Dr Athavale, dia mulai menyadari apa itu dunia spiritual yang sebenarnya. Baginya, dunia ini luar biasa dan jauh melampaui apa yang pernah dia bayangkan. Dia menjadi semakin asyik dengan keajaiban itu.

Satsang pertama Yang Mulia Bhavana Shinde dengan Paratpar Guru Dr Athavale

Di masa anak anak, Yang Mulia Bhavana Shinde pernah mendapat penglihatan tentang Dewa Ganesha. Dia ingin sekali memiliki penglihatan ini lagi. Dia memohon kepada Tuhan, ‘Mengapa Engkau tidak memberikan saya penglihatan tentangMu lagi? Saya tidak meminta uang atau hal-hal materi apa pun. Engkau tidak terbatas, mengapa Engkau tidak memberi saya penglihatan tentang MU lagi? ”

Ketika dia bertemu Paratpar Guru Dr Athavale, Dia bertanya padanya, “Saya mendengar Anda ingin bertemu Tuhan. Ketika Anda bertemu Tuhan, apa yang akan Anda lakukan? ”

Yang Mulia Bhavana Shinde tidak banyak bicara. Kemudian, Beliau hanya mengucapkan satu kata, “bersyukur”.

Seiring berjalannya waktu, dia melupakan kejadian itu, tetapi kemudian pada Desember 2002, setelah 1,5 tahun, tiba-tiba dia sadar apa yang Beliau  maksudkan ketika menyuruhnya untuk bersyukur. Beliau bermaksud untuk membantunya introspeksi tentang apakah dia bersyukur ketika dia menerima penglihatan pertama yang diberikan Tuhan kepadanya sebelum mengharapkan lebih banyak dari Tuhan! Kesadaran ini menjadi pemicu Yang Mulia Bhavana Shinde untuk berusaha membangkitkan emosi spiritualnya. Sebagai bagian dari upaya ini, dia mulai ber syukur kepada Tuhan untuk segalanya. Dia menyadari bahwa kehadiran Guru dalam kehidupan seseorang begitu halus namun ada di mana-mana. Kunjungan ke India dan pertemuan Paratpar Guru Dr Athavale merupakan tonggak penting dalam hidupnya. Itu mengubah hidupnya.

9. Memperdalam latihan Spiritualnya

Pada saat putra Yang Mulia Bhavana Shinde, Afolabi, berusia 5 tahun, Yang Mulia Bhavana Shinde berpisah dari suami pertamanya (2004). Yang Mulia Bhavana Shinde dan Afolabi melakukan latihan spiritual bersama. Sangat menantang menjadi seorang ibu tunggal, menghasilkan uang untuk dirinya dan putranya serta melakukan latihan spiritual, tetapi Yang Mulia Bhavana Shinde tekun dan fokus.

Di saat proses Penghapusan sifat buruk (PDR) diperkenalkan kepada para seeker, tetapi Yang Mulia Bhavana Shinde bukanlah orang baru dalam proses ini, karena dia telah diberi Autosugesti sejak awal dalam latihan spiritualnya untuk mengatasi  kemarahan. Seperti yang disebutkan sebelumnya, kemarahan Yang Mulia Bhavana Shinde begitu kuat sehingga dia kehilangan kemampuan untuk melihat ketika dia marah. Jadi, selain chanting, dia diberi Autosugesti untuk amarah ketika dia memulai latihan spiritual. Autosugestinya adalah:

‘Setiap kali saya mulai merasa marah, saya akan mengetahui dan menyadarinya bahwa tidak setiap pertempuran layak untuk diperjuangkan. Oleh karena itu, saya akan tenang dan mulai chanting. “

Yang Mulia Bhavana Shinde telah mencoba berbagai solusi untuk mengatasi amarahnya seperti menghitung, mencoba melepaskan sesuatu, bersikap baik, dll. Tetapi tidak ada yang berhasil. Dia berkata, “Setelah mulai menggunakan Autosugesti ini, ada kejadian di mana saya ingin mendobrak pintu dengan marah. Namun, ketika saya hendak melakukannya, kata-kata dari Autosugesti terngiang di kepala saya dan untuk pertama kalinya, saya menjadi sadar akan amarah saya. Kemudian, saya menyadari bahwa tidak setiap pertempuran layak untuk diperjuangkan dan mulai mengucapkan Autosugesti tersebut. Sejak saat itu, saya tidak pernah lagi menggedor pintu dengan marah. Selama beberapa bulan berikutnya, intensitas amarah saya terus menurun hingga di bawah rata-rata.” Ini adalah kejadian penting dalam perjalanan spiritualnya. Yang Mulia Bhavana Shinde mendapatkan inspirasi dari awal kesuksesannya dengan Autosugesti dan fokus pada proses PDR dengan tekun. Dia menulis 10 kesalahan sehari tanpa gagal dan melakukan Autosugesti dengan rajin.

Yang Mulia Bhavana Shinde juga melakukan upaya yang tulus untuk membangkitkan emosi spiritualnya. Pada saat dia memulai upaya ini, belum ada buku tentang bagaimana membangkitkan emosi spiritual, dan dia hanya menerima bimbingan untuk berhenti setiap 10 menit dan berusaha untuk membangkitkan emosi spiritual. Karena dia tidak tahu upaya apa yang harus dilakukan dalam hal ini, dia hanya menyetel alarm untuk setiap 10 menit, bersyukur karena diingatkan setiap kali dan mencoba mengucapkan Nama Tuhan. Setelah melakukan ini selama 2 jam, dia mengalami kebangkitan emosi spiritual yang intens yang berlangsung selama 2 hari. Ini adalah sesuatu yang belum pernah dia alami sebelumnya. Saat dia mengemudi di jalan raya dan tiba-tiba menemukan dirinya terinspirasi dengan pemikiran puitis dalam memuji Tuhan. Dia diberkati dengan pengalaman ini karena upayanya untuk menerapkan bimbingan yang diberikan kepadanya.

Setelah berlatih membangkitkan emosi spiritual dengan cara ini selama beberapa waktu, Yang Mulia Bhavana Shinde mulai mendapatkan inspirasi untuk mengambil tindakan tertentu untuk merasakan emosi spiritual; misalnya, menjaga emosi spiritual bahwa makanan di piringnya adalah milik Guru, atau bahwa menyetrika lipatan di kainnya berarti menghilangkan cacat dan ego dalam bentuk kerutan. Belakangan, ketika buku tentang membangkitkan Emosi Spiritual diterbitkan, banyak upaya yang diilhami oleh Yang Mulia Bhavana Shinde dituliskan dalam buku tersebut sebagai upaya yang dapat dilakukan oleh seorang seeker. Jadi, dia menyadari bagaimana Tuhan membantunya untuk meningkatkan emosi spiritualnya dengan motivasi diri dari dalam untuk melakukan upaya khusus (untuk membangkitkan emosi spiritual), meskipun dia tidak memiliki buku sebagai rujukan.

10. Menyadari akan gangguan spiritual

Yang Mulia Bhavana Shinde mengalami tekanan spiritual, tetapi dia tidak menyadarinya. Tekanan spiritual pada dasarnya sulit dipahami. Dalam kebanyakan kasus, ketika seseorang terkena dampak yang parah, ia tidak tahu bahwa ia terpengaruh energi negatif. Ini adalah kasus yang terjadi pada Yang Mulia Bhavana Shinde. Bahkan dalam kemarahannya yang luar biasa selama masa remajanya dan masa mudanya, dia tidak menyadari saat itu atau pada awal latihan spiritualnya bahwa itu disebabkan oleh tekanan yang disebabkan oleh energi negatif.

Sejak tahun 2000 dan seterusnya, Yang Mulia Bhavana Shinde  datang ke Pusat Penelitian Spiritual dan Ashram secara teratur dan tinggal selama 5 minggu setiap kalinya. Meskipun seeker yang bertanggung jawab telah memberi tahu Yang Mulia Bhavana Shinde tentang tekanan spiritual dan dia secara intelektual memahami konsep tersebut, dia belum memahami besarnya dan beratnya Tekanan yang mempengaruhinya.

10.1 Manifestasi pertama dari energi negatif yang mempengaruhi Yang Mulia Bhavana Shinde

Pada Januari 2006, dia berada di Pusat Penelitian Spiritual di Goa, India. Tekanan spiritualnya semakin sering muncul dan para seeker menyuruhnya untuk chanting ketika mereka mengetahuinya. Yang Mulia Bhavana Shinde dulu merasa kesal ketika para seeker menyuruhnya chanting, tetapi dia tidak menyadari mengapa dia merasa seperti ini. Pada suatu kesempatan, Yang Mulia Bhavana Shinde menghadiri eksperimen yang dilakukan untuk memahami getaran halus yang dipancarkan dari berbagai kain berwarna. Tiba-tiba, salah satu kain ini (dengan warna yang positif secara spiritual) secara tidak sengaja jatuh di pangkuan Yang Mulia Bhavana Shinde. Entitas negatif yang merasuki Yang Mulia Bhavana Shinde termanifestasi untuk pertama kalinya, yang mendorongnya untuk membuang kain positif tersebut dengan penuh kekuatan.

Setelah melemparkannya, dia bertanya-tanya mengapa dia melakukannya dan perlahan semuanya mulai masuk akal. Dia menyadari bahwa serangan amarah yang intens, berbagai gejala yang dia alami di Ashram dan perasaan jengkel ketika disuruh chanting adalah tanda-tanda gangguan spiritual. Ini bukan hanya pemahaman teoritis lagi. Dia memulai proses untuk dapat mengidentifikasi berbagai aspek gangguan spiritual dan manifestasinya dalam hidupnya.

Dia merenung, “Para seeker di sekitar saya melihat apa yang tidak dapat saya lihat sendiri.” Baginya, ini menekankan pentingnya mendengarkan orang lain.

10.2 Paratpar Guru Dr Athavale membimbing Yang Mulia Bhavana Shinde tentang cara mengatasi gangguan spiritualnya

Setelah mengetahui entitas yang merasukinya, Yang Mulia Bhavana Shinde berpikir bahwa dia akan melawan gangguan spiritualnya dan mengalahkan energi negatif yang mempengaruhinya. Paratpar Guru Dr Athavale  mengatakan bahwa berpikir seperti ini adalah tanda ego. Penyihir halus (mantriks) sangat kuat dan telah melakukan  jenis latihan spiritual tertentu selama ribuan tahun untuk memperoleh kekuatan spiritual. Jadi, kita harus menanamkan dalam diri bahwa hanya Tuhan yang bisa melindungi saya dari entitas negatif semacam itu. Hal ini membuat Yang Mulia Bhavana menyadari pentingnya tinggal di Ashram bersama orang  – orang Suci , para seeker dan adanya positivitas yang besar di sana, yang membuatnya lebih mudah untuk melakukan latihan spiritual serta mengatasi tekanan spiritual. Dia mulai mendengarkan para seeker ketika mereka mengingatkannya untuk menyebut Nama Tuhan, dan chanting dengan sungguh sungguh ketika kembali ke Amerika Serikat. Dia menemukan banyak waktu yang bisa digunakan untuk chanting, misalnya, saat menunggu kereta. Dia memantau berapa banyak chanting  yang dia selesaikan per menit dan menggunakan ini untuk memperkirakan berapa banyak dia melakukan chanting. Dengan cara ini, dia mampu menyelesaikan 5-6 jam chanting (sambil duduk dengan konsentrasi) pada saat dia pulang kerja. Dengan demikian, dia mampu menyelesaikan semua terapi penyembuhan spiritual yang diresepkan untuknya.

Entitas (energi negatif)  yang merasuki terus mengganggu Yang Mulia Bhavana Shinde dan memberikan pikiran untuk bunuh diri. Kadang-kadang, dia bahkan mencoba menyakiti dirinya sendiri; tetapi karena latihan spiritual dan rahmat Tuhan dia dilindungi. Dengan bantuan para seeker dan Orang Suci, dia tekun dalam latihan spiritualnya dan mengidentifikasi tanda/peringatan, yang menunjukkan bagaimana energi negatif termanifestasi dalam hidupnya. Peringatan ini termasuk berbicara panjang lebar, mengulang ulang  dan melakukan sesuatu dengan tergesa-gesa, menjadi mudah tersinggung dengan orang lain, suaranya berubah, dll. Saat melihat tanda-tanda ini, para seeker di sekitarnya akan mengingatkannya untuk mengucapkan chanting dengan konsentrasi dan melakukan solusi terapi spiritual. Dia mematuhi mereka dan dengan rajin menyelesaikan waktu chanting  yang ditentukan.

11. Lebih fokus pada Latihan Spiritual kolektif

Pada tahun 2006, ketika Yang Mulia Bhavana Shinde berada di Pusat Penelitian Spiritual, Paratpar Guru Dr Athavale membuat para seeker sadar bahwa mereka berfokus pada kemajuan spiritual mereka sendiri dan bukan pada kemajuan spiritual orang lain. Itu menandai awal dari latihan spiritual kolektifnya dalam arti sebenarnya. Sebelumnya, dia melakukan latihan spiritual kolektif terutama karena dia tahu itu bermanfaat untuk kemajuan spiritualnya sendiri. Sekarang, fokusnya telah bergeser untuk membantu orang lain dalam latihan spiritual mereka. Dia terus memikirkan bagaimana orang-orang di Amerika bisa mendapatkan keuntungan dari Pengetahuan spiritual yang dia peroleh. Dia mengadakan ceramah spiritual di setiap kesempatan yang diberikan. Setelah kembali dari pekerjaan, dia dan putranya  makan dan kemudian pergi ke perpustakaan setempat, di mana Yang Mulia Bhavana Shinde akan mengadakan ceramah dan putranya akan membantu mengatur tempat seminar.

Yang Mulia Bhavana Shinde dengan putranya Afolabi, Januari 2006 di Pusat Penelitian Spiritual, Goa, India

Pada bulan Agustus 2007, Yang Mulia Bhavana Shinde mulai mendapatkan pemikiran bahwa dia telah melewati tingkat seorang murid, yang berarti berada pada tingkat kesadaran spiritual 55% atau lebih. Namun, dia berpikir bahwa ini adalah manifestasi dari egonya dan menulis pemikiran ini sebagai kesalahan ketika muncul di benaknya. Dia merasa tingkat kesadaran spiritualnya pasti rendah, karena ketika dia memulai latihan spiritual, tingkat kesadaran spiritualnya lebih rendah daripada orang lain yang menghadiri satsang yang dia hadiri.

Kemudian, pada tahun 2008, saat dia menghadiri satsang dengan Guru Paratpar Dr Athavale di Pusat Penelitian Spiritual dan Ashram, Dia meminta Yang Mulia Bhavana Shinde untuk berdiri di depan semua seeker dan meminta para seeker untuk mengatakan apa tingkat spiritualnya. Kebanyakan seeker mengatakan bahwa tingkat kesadaran spiritualnya sekitar 40%. Kemudian, Guru Paratpar Dr Athavale berkata bahwa semua seeker membuat kesalahan yang sama karena tidak dapat melihat melewati selubung hitam pada Yang Mulia Bhavana Shinde dan berkata bahwa dia telah mencapai tingkat kesadaran spiritual 60%. Dia bertanya bagaimana perasaan Yang Mulia Bhavana Shinde. Dia berbagi bahwa dia merasa Dia sedang berbicara tentang orang lain, dan kemudian Guru Paratpar Dr Athavale berkata bahwa ini membuktikan bahwa dia telah mencapai tingkat spiritual ini. Kemudian, Yang Mulia Bhavana Shinde melakukan introspeksi diri dan merasa masih memiliki pemikiran dan reaksi yang berbeda di benaknya meskipun sedikit dibandingkan sebelumnya. Dia merasa bahwa jika ini yang dirasakan pada tingkat kesadaran spiritual 60%, dia pasti ingin mencapai tingkat kesadaran spiritual 100%.

Yang Mulia  Bhavana Shinde dengan Paratpar Guru Dr Athavale, pada tahun 2010

12. Kemajuan Pesat karena melakukan upaya keras dalam latihan spiritual

Yang Mulia Bhavana Shinde mengembangkan rutinitas yang ketat ketika dia kembali ke AS. Dia akan berangkat kerja jam 8 pagi dan kembali ke rumah jam 6:30 sore. Dia menyelesaikan 5-6 jam chanting terkonsentrasi selama waktu ini dengan menemukan sela waktu tersebut untuk bisa chanting. Ini adalah waktu yang dia hitung sebagai jam penyembuhan spiritualnya. Kemudian, dia akan mulai melakukan satseva dengan menerjemahkan artikel dan membantu beberapa seeker dalam latihan spiritual mereka mulai pukul 20.30 dan seterusnya. Dia akan terus melakukan satseva sampai jam 5 pagi. Pada saat itu, dia menyadari tidak ada gunanya mencoba tidur selama satu jam sebelum bekerja, jadi dia akan terus melakukan satseva sampai waktunya berangkat kerja. Dia menjalankan rutinitas ini hampir setiap hari dan tidur selama 3-4 jam selama 1-2 hari seminggu. Umumnya, kurang tidur membuat kondisi menurun keesokan harinya. Namun, Yang Mulia Bhavana Shinde tidak mengalami tanda-tanda kecapaian atau kelelahan. Dia menyadari bahwa energi untuk menopang dirinya berasal dari Tuhan. Dia melanjutkan cara ini selama satu tahun dan diumumkan setelah itu bahwa dia telah tumbuh ke tingkat kesadaran spiritual 64%, yang berarti dia maju 4% dalam satu tahun.

13. Tetap Fokus pada Tuhan dalam semua situasi

Dia menikah untuk kedua kalinya pada Juni 2010. Saat ini, dia merasa tidak ingin bekerja lagi, dan sebaliknya dia ingin mendedikasikan seluruh waktu luangnya untuk melakukan latihan spiritual. Kemudian, pergeseran sudut pandangnya terjadi, di mana dia tidak peduli apakah dia bekerja atau tidak. Yang penting baginya adalah dia mendedikasikan waktu sebanyak mungkin untuk melakukan latihan spiritual. Dia merasa bahwa bos utamanya adalah Tuhan atau Dewa Shrikrishna. Dia tidak berusaha menyenangkan atasannya di tempat kerja, mencoba membangun jaringan atau mempertahankan pekerjaannya dengan cara apa pun. Yang terpenting adalah dia berperilaku sedemikian rupa untuk mencapai kasih karunia Tuhan. Dia merasa bahwa jika Tuhan ingin dia memiliki pekerjaan itu, tidak ada yang bisa mengambilnya darinya dan jika Dia ingin dia kehilangan pekerjaan itu, tidak ada yang bisa membuatnya mempertahankannya.

Ketika dia bekerja dengan sikap ini, kapasitasnya meningkat. Dia mendengarkan bhajan (lagu-lagu suci) yang dinyanyikan oleh Yang Mulia Bhaktaraj Maharaj saat menulis program komputer. Dia menemukan bahwa dia akan mengalami kondisi trans saat men-debug program komputer. Dan kemudian ketika menyusunnya, dia menemukan bahwa tidak ada kesalahan. Ini hampir tidak pernah terdengar dalam pemrograman komputer. Kapasitasnya juga meningkat sampai pada titik dimana orang lain membutuhkan waktu 8 jam untuk mengerjakannya tetapi dia hanya membutuhkan waktu 1-2 jam untuk menyelesaikannya. Karena itu, dia memiliki waktu 6-7 jam untuk melakukan latihan spiritual.

Selain itu, karena dia tidak fokus untuk menonjolkan dirinya sendiri di depan orang lain, dia memiliki sikap sebagai  tim. Karena mengikuti proses PDR, ketika kesalahan dibuat, dia tidak akan menyalahkan orang lain melainkan mengakui kekurangannya. Orang-orang menganggap hal ini seperti melucuti senjata dan merasa mudah untuk bekerja dengannya. Pada satu titik, perusahaan sedang dialihkan ke vendor baru. Karyawan dari vendor baru kemungkinan besar akan mengambil pekerjaan karyawan lama, tetapi Yang Mulia Bhavana Shinde dengan teguh tetap percaya bahwa Tuhan adalah atasannya dan bahwa terserah kepada Tuhan apakah dia mempertahankan pekerjaannya atau tidak. Karena itu, dia berperilaku menyenangkan dengan karyawan baru ini dan mereka merasa tertarik bahwa dia membantu mereka. Meskipun sebagian besar rekan Yang Mulia Bhavana Shinde kehilangan pekerjaan, dia tidak hanya mempertahankan pekerjaannya tetapi juga diminta menyebutkan berapa pun gaji yang dia inginkan, sehingga gajinya meningkat secara signifikan. Ini terjadi pada November 2012.

Pada Januari 2013, dia mengunjungi Pusat Penelitian Spiritual dan Ashram dan di sana dia memutuskan untuk berhenti dari pekerjaannya dan mendedikasikan seluruh waktunya untuk melakukan latihan spiritual. Meskipun dia baru saja menerima gaji besar pertamanya pada bulan Desember itu, itu tidak mempengaruhinya karena fokus utamanya adalah pada Tuhan.

14. Fokus pada manifestasi ego untuk kemajuan spiritual lebih lanjut

Yang Mulia Bhavana Shinde telah membuat kemajuan spiritual yang pesat dari tahun 2006-2009, tetapi setelah itu membutuhkan beberapa tahun untuk membuat kemajuan spiritual lebih lanjut. Selama waktu ini, dia menjadi semakin sadar akan ekspektasi egonya. Dia mempelajarinya secara rinci dan menulis semua  perwujudan egonya. Daftarnya bertambah banyak . Dia menyadari bahwa dia memiliki ekspektasi terhadap orang lain, diri sendiri, objek, dan Tuhan. Misalnya, dia merasa kesal jika komputernya tidak bekerja dengan cepat. Dia mengidentifikasi setiap harapannya dan melakukan proses PDR secara sistematris. Dia menulis kejadian di mana ekspektasi terwujud dalam kumpulan Autosugesti dan mengubah Autosugestinya setiap bulan. Dia tidak pernah bosan dan terus bekerja sesuai harapannya selama beberapa tahun.

Pada satu titik (sekitar 2010), ketika dia berada di Pusat Penelitian Spiritual dan Ashram, Yang Mulia Bhavana Shinde terus-menerus menceritakan kesalahan orang lain hingga dia menyakiti mereka. Dia dibuat sadar akan ekstroversi (fokus pada saat orang lain gagal) dan ekspektasi serta diberitahu bahwa dia tidak boleh mengatakan kesalahan orang lain untuk beberapa waktu. Awalnya, dia menganggapnya tidak adil, tetapi setelah melakukan introspeksi, dia menyadari bagaimana ekspektasi dan ekstroversi berperan. Dia berusaha menjadi introvert atau fokus pada kekurangannya, dan pada akhir 2013 hingga 2014 kualitas ini meningkat secara signifikan. Bersamaan dengan ini, ekspektasinya telah berkurang sampai batas tertentu. Dia bisa mengalami perubahan dari ekspektasi ke memahami  dan akhirnya ke penerimaan.

14.1 Peristiwa traumatis dalam hidupnya dan tingkat keparahan permasalahannya meningkat

Selain itu, sekitar Januari 2013, situasi sulit muncul dalam kehidupan pribadinya yang umumnya menyebabkan sebagian besar orang menyerah. Namun, karena Autosugesti yang dia lakukan terhadap ekspektasi, dia bisa tetap tenang dan tekun dalam latihan spiritualnya. Ketika itu, Paratpar Guru Dr Athavale menyuruhnya untuk tinggal di ashram selama diperlukan untuk pulih. Saat itu dia telah meninggalkan pekerjaannya, jadi dia tinggal di Pusat Penelitian Spiritual dan Ashram selama 6 bulan. Kesulitan spiritualnya berada pada puncaknya dan dia diresepkan 5-8 jam chanting dengan konsentrasi, yang dia selesaikan dengan rajin tanpa gagal setiap hari. Setelah 6 bulan, ketika dia berangkat ke AS, Paratpar Guru Dr Athavale mengatakan kepadanya, “Sebuah titik balik telah dicapai dalam pertempuran Anda dengan energi negatif yang mempengaruhi Anda, dan Anda akan melihat perbedaannya dalam 6 bulan.”

14.2 Keinginan tulusnya untuk mematuhi bimbingan yang diberikan dan membuat kemajuan spiritual lebih lanjut

Setelah kembali ke USA, Yang Mulia Bhavana Shinde mengikuti bimbingan yang diberikan kepadanya. Dulu ada yang minum alkohol dan musik menggelegar yang diputar di apartemennya. Apartemennya sangat kecil, jadi suaranya akan memekakkan telinga. Namun, Yang Mulia Bhavana Shinde tidak menyerah dan tidak peduli apa yang terjadi, dia tidak membiarkan waktu yang dia dedikasikan untuk terapi spiritual turun. Dia biasa memakai earphone dan mendengarkan chanting dan menyelesaikan jam-jam chanting yang ditentukan dengan konsentrasi. Dalam waktu 6 bulan, karena upayanya dalam menyelesaikan jam-jam chanting yang ditentukan, ia tumbuh dari 67% ke tingkat kesadaran spiritual 69%.

Dalam mengatasi gangguan spiritual, dia menyadari bahwa dua hal sangat penting – menyelesaikan jam-jam yang ditentukan untuk chanting terkonsentrasi dan melakukan upaya dalam Penghapusan sifat buruk (PDR). Ini karena jika seseorang tidak melakukan chanting, ia tidak dapat melakukan PDR karena tidak memiliki cukup energi spiritual positif, dan tanpa PDR, chanting tidak akan memiliki efek yang langgeng karena kecenderungan pikiran menjadi tidak stabil. Selain itu, dia menyadari untuk tidak bersembunyi di balik tekanan spiritualnya dan menggunakannya sebagai alasan untuk kekurangannya, tetapi sebaliknya melakukan upaya yang tulus dalam PDR. Dia mempertahankan perspektif bahwa mengalami tekanan spiritual adalah karena perbuatannya sendiri (yaitu, tindakan salah yang dilakukan di kehidupan sebelumnya) dan dia merasa, ‘Saya sepenuhnya bertanggung jawab atas masalah saya’. Satu-satunya cara untuk mengatasi masalah adalah dengan melakukan latihan spiritual dan melatih diri sendiri.

15. Usahanya menghilangkan ekspektasi dan meningkatkan introversi

Yang Mulia Bhavana Shinde di rumahnya di Maryland, saat dia melakukan sesi Autosugesti

Awalnya Yang Mulia Bhavana Shinde memiliki banyak ekspektasi kepada para seeker dan bereaksi ketika mereka mengatakan kesalahannya. Dia mengatakan, “Sebelumnya perhatian saya tertuju pada mengapa, apa, bagaimana, kapan terkait tuduhan tersebut – semua ini adalah hal-hal yang berlebihan yang membuat saya menjadi ekstrover. Kemudian saya mulai melihat di mana saya telah gagal bahkan jika saya salah hanya 10% atau 1%, saya masih harus memperbaikinya. Saya menyadari bahwa daripada berpikir orang lain adalah musuh saya, kenyataannya, ekspektasi saya yang menjadi musuh sejati yang membuat saya merasa menderita. Memahami orang lain adalah kunci untuk mengatasi ekspektasi. Jembatan antara ekspektasi dan penerimaan adalah pemahaman. Tetapi untuk menyeberangi jembatan itu seseorang membutuhkan introversi. Saya biasa menulis kesalahan dengan rasa introversi yang dalam dan merasa menyesal karenanya. Juga, setiap kali saya menulis di buku harian PDR saya, saya selalu menyebutkan dampak ekspektasi saya terhadap orang lain. Ini membuat saya menyadari bagaimana saya menyakiti para seeker. Saya melakukan Autosugesti (AS) dengan introversi, karena saya tahu bahwa jika saya tidak merenungi kesalahan saya, maka pikiran saya tidak akan mengikuti sugesti yang diberikan dalam AS. ”

16. Mencapai Kesucian

Pada September 2014, Yang Mulia Bhavana Shinde mulai berpikir bahwa dia telah mencapai Kesucian. Terakhir kali dia mendapatkan pikiran seperti itu, dia berada di tingkat spiritual seorang murid. Pada saat itu, Paratpar Guru Dr Athavale mengatakan bahwa dia seharusnya menyampaikan pemikiran ini untuk memeriksanya. Maka, Yang Mulia Bhavana Shinde menyampaikan pemikirannya kepada Sadguru Cyriaque Vallee, dan mendapat bimbingan untuk memintanya untuk tidak memikirkannya.

Pada Desember 2014, dia kembali ke Pusat Penelitian Spiritual dan Ashram. Beberapa hari kemudian, pada 3 Januari 2015, dinyatakan bahwa Yang Mulia Bhavana Shinde telah mencapai Kesucian dalam sebuah upacara yang membahagiakan.

Ibu Lola Vezilić mengucapkan selamat kepada Yang Mulia Bhavana Shinde

Meskipun hal itu tidak mengejutkannya karena pemikiran yang dia dapatkan selama beberapa bulan terakhir, tetapi menyampaikan rasa terima kasih yang sangat besar atas semua yang telah dilakukan Paratpar Guru, Dr Athavale untuknya. Dia merasa bahwa jumlah latihan spiritual yang dia lakukan tidak sebanyak yang dilakukan oleh Orang Suci Agung India, namun dia bisa diangkat ke tingkat Kesucian karena rahmat Tuhan. Upacara ini hanya menegaskan kembali keinginannya untuk pertumbuhan spiritual dan memperbarui komitmennya untuk menyatu dengan Tuhan.

Bhavana Shinde pada upacara di mana dia dinyatakan sebagai Orang Suci

Yang Mulia Bhavana Shinde merasa bahwa bahkan setelah mencapai tingkat kesucian, lebih baik tetap  bersikap sebagai seorang seeker Tuhan, karena ada begitu banyak kebahagiaan dalam kondisi itu. Melayani orang lain adalah pengalaman yang membahagiakan dan dia telah mempelajarinya dari Paratpar Guru Dr Athavale, yang merupakan perwujudan dari pelayanan kepada umat manusia. Sebagai rasa terima kasih kepada Gurunya, Yang Mulia Bhavana Shinde terus melayani para seeker siang dan malam.

Yang Mulia  Bhavana Shinde dengan Paratpar Guru Dr Athavale, pada tahun 2010

Yang Mulia Bhavana Shinde mengalami berbagai kesulitan eksternal dan internal sepanjang perjalanan spiritualnya. Dia telah dibentuk oleh setiap situasi, yang menyedihkan atau menyenangkan. Dia bahkan menemukan bahwa gangguan spiritual yang dideritanya selama bertahun-tahun telah membantunya untuk memahami dan berempati pada orang lain yang menderita tekanan spiritual. Hasilnya, dia mampu membantu mereka berjuang untuk mengatasi tekanan spiritual mereka. Baik itu pergumulan dengan gangguan spiritual atau dengan ego, Yang Mulia Bhavana Shinde dapat berempati pada para seeker yang melalui pertempuran yang sama karena dia telah mengalaminya sendiri sehingga mampu memberikan solusi praktis untuk masalah mereka.

Paratpar Guru Dr Athavale mengatakan bahwa kebanyakan orang ingin terburu-buru melalui perjalanan spiritual mereka dan bertumbuh secara spiritual dalam waktu sesingkat mungkin. Mengenai hal ini, Dia berkata bahwa pengalaman dan perjalanan itu mengajar kita begitu banyak sehingga sangat berharga dalam memahami dan berhubungan dengan orang lain.

 

16.1 Ceritra menarik dari perjalanan spiritual Yang Mulia Bhavana Shinde yang menanamkan keyakinan padanya

Yang Mulia Bhavana (Kiri) dengan Paratpar Guru Dr Athavale (Kanan)

Satu peristiwa yang benar-benar menanamkan keyakinan Yang Mulia Bhavana Shinde selama perjalanan spiritualnya dan dia ingin berbagi hal ini kepada semua orang.

Pada tahun 1999, saat dia memulai latihan spiritualnya, Yang Mulia Bhavana Shinde marah kepada ibunya dan bertingkah laku buruk terhadapnya. Pada saat itu, Sharon, yang merupakan seeker pembimbingnya, mengajukan beberapa pertanyaan kepada Paratpar Guru Dr Athavale atas nama Yang Mulia Bhavana Shinde. Dia bertanya :

  • berapa persentase peristiwa ini terjadi karena takdir,
  • berapa persentase gangguan spiritual berkontribusi,
  • berapa persentase kesalahan Yang Mulia Bhavana Shinde,
  • berapa persentase karena kesalahan ibunya dan akhirnya,
  • Apakah dia masih akan mencapai Tuhan setelah melakukan kesalahan seperti itu?

Dia mendapat jawaban bahwa tidak ada kontribusi takdir atau gangguan spiritual dalam kesalahan tersebut, hal itu terjadi karena tindakan disengaja dari Yang Mulia Bhavana Shinde. Kesalahannya adalah 80% Yang Mulia Bhavana Shinde dan 20% karena ibunya. Namun jawaban dari pertanyaan terakhir adalah “YA” dengan huruf kapital. “YA” ini, adalah sesuatu yang dipegang oleh Yang Mulia Bhavana Shinde sebagai jaminan dari Gurunya bahwa dia akan maju dalam perjalanan spiritualnya. Di saat-saat sulit dan sebaliknya, dia selalu mengingat kejadian ini dan akan bertahan dalam latihan spiritualnya.

17. Tanggung jawabnya saat ini

Yang Mulia Bhavana Shinde saat Workshop spiritual

Yang Mulia Bhavana Shinde saat wawancara radio

Saat ini, Yang Mulia Bhavana Shinde membimbing orang dan seeker dari seluruh dunia dalam latihan spiritual individu dan kolektif. Bersama dengan Sadguru Cyriaque Vallee, dia memonitor semua aktivitas Yayasan Penelitian Sains Spiritual di seluruh dunia.

18. Kesimpulan

Yang Mulia  Bhavana Shinde pada hari ulang tahunnya di tahun 2020

Pada akhirnya, Yang Mulia Bhavana Shinde berkata bahwa dia ingin mengulangi kata-kata dari

Paratpar Guru Dr Athavale, “Pahami sains, praktikkan, dan alami Kebahagiaan”.

Yang Mulia Bhavana Shinde adalah contoh nyata dari pernyataan di atas.